Feeds:
Posts
Comments

Posts Tagged ‘novel’

Review Rumah Arwah

 

Judul: Rumah Arwah
Penulis: Isabel Allende
Penerbit: Gramedia, Jakarta, 2010
Hal: 599

Esteban Trueba ialah seorang laki laki pemarah, yang telah mengubah Tres Marias menjadi tanah pertanian yang menjanjikan. Ia juga kerap berlaku kejam dengan mengambil kesucian gadis gadis perawan. Clara ialah seorang gadis manis yang cuek dan nyentrik, yang bisa meramal masa depan, dan bicara semaunya. Sifatnya itu sudah terlihat semenjak ia masih kecil. Ia bisa memainkan piano tanpa membuka penutupnya, dan suatu ketika pernah
menginterupsi seorang romo yang sedang berkhotbah, “Ssst! Romo Restrepo! Kalau cerita soal api neraka itu bohong belaka, mampuslah kita semua..”, yang segera saja menyulut sebuah kondisi yang dimasa kini layak untuk mendapatkan hastag #kemudianhening.

Dua sifat bertolak belakang itu kemudian disatukan oleh sebuah ikatan pernikahan. Maka tak heran seandainya anak anak mereka kelak akan memiliki sifat yang unik, yang seiring waktu ikut andil dalam usaha perubahan pemerintahan yang kejam dan berdarah darah.

Rumah Arwah ialah sebuah novel yang mampu meleburkan dahsyatnya cinta dan kejamnya politik dengan sempurna. Ditulis dengan menggunakan kalimat kalimat percakapan yang panjang, bahkan ada yang nyaris satu lembar, namun terasa natural dan tidak berlebihan. Dua buah sudut pandang yang dipakai dalam buku ini ( sudut pandang orang pertama, dan ketiga ), meski mungkin agak sedikit membingungkan karena Isabel Allende menggunakannya secara acak, namun tidak bisa dipungkiri bahwa hal itu kemudian menjadikan saya menjadi lebih mengerti atas apa yang terjadi pada masing masing tokoh. Bagaimana kemudian buku ini membuat saya membenci Esteban Trueba, tapi kemudian malah merasa kasihan.

Selain itu kelebihan buku ini ialah terletak dengan banyaknya tokoh tokoh yang bermunculan tapi sangat susah untuk dilupakan, karena mereka dibekali oleh sifat sifat yang unik, dan cerita cerita yang mengagumkan. Ada Jamie, yang rela telanjang daripada melihat orang lain tak punya pakaian, Blanca yang hobi sakit sakitan, dan Pak Tua Pedro Garcia, yang bisa bicara dengan..eh..semut, serta tokoh yang lainnya.

Inilah buku yang berhasil menempatkan semua tokohnya ke dalam hati saya, meski ada yang bukan tokoh utama. Tentu saja ini adalah wujud daripada kehebatan Isabel Allende, bukan semata mata karena hati saya yang sedang kosong belaka. #kemudianheningsambilnyisirkumis

Semua itu kemudian dihiasi dengan gambar sampul elegan dan klasik yang menutupi sepanjang lima ratus sembilan puluh sembilan halaman buku edisi bahasa indonesia. Tapi sayangnya, tidak dibarengi oleh penjilidan yang oke punya, sebab setelah saya selesai membaca, ternyata seperti halnya cinta, bukunya juga nyaris terbagi dua, plus dua lembar halaman yang lepas begitu saja. Padahal, saya bacanya pakai gaya normal, duduk nyender di tembok atau kursi, dengan kondisi udara yang baik. Bukan sambil kayang atau sambil tiduran di hati kamu. #kemudianheningmintadigeplakkarenalebay

Pada akhirnya, seperti sebuah pelukan hangat seorang sahabat yang memberimu berbagai macam rasa, kesenangan dan kesedihan serta aura magis yang terang terangan menakjubkan, begitulah sedikit banyak saya memaknai Rumah Arwah.
Rumah Arwah berhasil menerbitkan perasaan rindu yang getir, ketika saya menutup lembaran terakhir. Rumah Arwah mampu menggetarkan hati saya manakala mengikuti kisahnya yang menakjubkan, menyedihkan, sekaligus menyeramkan. Tapi, sayangnya, Rumah Arwah belum mampu membuat seseorang di kepala saya terlupakan. #kemudianheningpengenjitakpakelinggis.
rating 5 out of 5

Read Full Post »