Covernya membuat saya menggumamkan lagu Padi; indah, terasa indah. Gambar perahu di tepi hutan bakau. Di tengah ada gubuknya. Laut tenang. Bulan sabit melayang diam. Gambaran itu dibingkai sebuah lingkaran. Seolah olah sedang ditatap melalui jendela kapal selam, melalui teropong, bahkan kue semprong. Atau melalui mata seorang perempuan yang bulat seperti bola ping pong.
Tanjung Kemarau dibuka sama pasangan selingkuh guru madrasah dengan biduan dangdut. Walid, si guru madrasah menyuruh Ria, sang biduan segera minggat karena sudah siang. Takut dipergoki warga. Bisa berabe. Walid dan Ria selingkuh bukan karena cinta. Keduanya juga sudah ada yang punya. Walid sudah tunangan, dan Ria istri orang. Ria mau jadi selingkuhan Walid karena ingin dengar Walid mendongeng. Luar biasa. Dongeng apa yang bisa membuat wanita selingkuh dari suaminya? Yang jelas bukan dongeng Kancil nyolong Timun. Tapi kamu bisa menebaknya dengan membaca judul bab ini; Syahrazad Hujan Tempias.
Buku ini memang terbagi jadi enam belas bab. Judul tiap babnya menarik sangat. Seperti bab kedua; Perempuan yang Menyusui Kelelawar. Enak bener ya kelelawarnya. Perempuan itu namanya Nyai Rasera. Ditakuti dan dihormati warga sekitar. Tinggal sendiri dalam gubuk ditengah hutan bakau. Banyak cerita ganjil tentangnya.
Nyai Rasera tak pernah menikah. Ia mengabdikan hidupnya kepada jin pohon bakau. Dan kelelawar kelelawar itu adalah buah cintanya dengan sang lelembut. Tiap senjakala meredup, ia telanjang di jantung hutan bakau dan menyerahkan kedua puting susunya kepada binatang binatang hitam itu. Dengan sekali isyarat, ribuan makhluk bersayap itu terbang mengerubungi tubuhnya, meminta jatah hangat seorang ibu.
Begitulah kronologis peristiwa menyusui kelelawar. Pertanyaannya, jika Batman kebetulan ada di situ, ia akan ikut menyusui juga? Apa Batmannya malah sok keren terus nanya gini; Nyai Rasera, do you bleed?
Oke sip. Lanjut.
Bab kedua ini bukan sepenuhnya menceritakan Nyai Rasera. Ada Walid dan teman karibnya Kholidi yang mendatangi tempat Nyai Rasera untuk memberi tahu bahwa Walid akan jadi tim sukses bakal calon kepala desa, Ra Amir. Walid bersedia jadi tim suksesnya karena Ra Amir menjanjikan program perluasan hutan bakau. Masalahnya, Nyai Rasera punya kenangan buruk dengan Ra Amir. Kenangan yang sangat buruk, sampai sampai kalau ditaruh di depan cermin, maka cerminnya kalang kabut melarikan diri. Kenangan buruk apakah itu? Begitu pula Walid dan warga lainnya juga tak suka Ra Amir. Intinya, Ra Amir bukan contoh pemimpin yang baik.
Bab selanjutnya dibuka dengan kalimat; “Sebentar lagi aku akan melihat Tuhan.” Yang ngomong namanya Haji Badruddin, dan ia bukan dalam kondisi mau mati. Sehat wal afiat. Tapi memang benar ia akan melihat Tuhan. Saya tersenyum, terharu sewaktu mengetahui apa yang dimaksud oleh perkataan Haji Badruddin. Membuat saya seperti butiran debu yang diterbangkan kipas angin 50 inch. Apa yang Haji Badruddin lakukan untuk bisa melihat Tuhan ternyata sangatlah sederhana dan bisa dilakukan oleh siapa saja. Mungkin tak sebanyak yang dilakukan olehnya, tapi intinya sama saja. Haji Badruddin sudah mencapai tahap kewalian, yang beribadah bukan cuma dengan tubuhnya, tapi dengan hatinya, tarikan nafasnya, segala denyut kehidupannya. Dan ia mulai bermimpi. Salah satu mimpinya ialah ketika di dalam mimpi ada yang berkata; “Kau telah meneguk habis Lailatul Qadar sebelum waktunya.” Ini membikin saya sedih. Ingin seperti itu.
Mimpi Haji Badruddin berikutnya menjadi semacam pencerahan baginya. Ia lantas mengajak orang orang untuk melakukan apa yang ia anggap sebagai pencerahan, dan terbentuklah Tarekat Nabi Kesturi, sekaligus jadi judul bab ketiga ini. Masih ada lagi yang membuat dada saya tersentak, waktu Haji Badruddin diminta oleh Gopar untuk menunjukkan mukjizat. Yang Haji Badruddin lakukan ternyata bisa dilakukan oleh siapa saja asal ada kemauan. Kamu bisa. Saya bisa. Kita semua bisa.
Bab selanjutnya tidak saya ceritakan. Dan ketiga cerita di atas hanya sedikit dari apa yang terjadi sebenarnya. Yang pasti, nanti akan terlihat bagaimana busuknya manuver manuver salah satu calon kepala desa. Diceritakan juga mengenai masa lalu Gopar sebagai bajing hingga ia bertemu dengan Ria dan menikahinya. Ria yang juga selingkuh dengan Walid. Enggak spoiler kok ini, dari awal sudah dikasih tahu. Juga mengenai percintaan Walid dengan Risti, pacar waktu kuliah.
Ada banyak isu yang diceritakan Tanjung Kemarau. Isu isu yang sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kehidupan nyata. Tentang kerakusan seseorang dengan kekuasaan. Sosok yang dipuja puja secara berlebihan. Kelestarian alam yang dikoyak pembangunan. Orang orang yang terlalu pintar sehingga menciptakan aturan sendiri. Cinta yang terlarang. Diselingi dengan dongeng dongeng magis yang hidup di antara tokoh tokohnya. Tokoh tokoh yang lumayan banyak ternyata punya keunikan tersendiri sehingga tidak mudah dilupakan. Masing masing punya lembar tersendiri untuk bersinar. Rasanya tidak ada yang benar benar jadi tokoh utama. Ada beberapa yang bisa diambil contohnya, ada juga yang sebaiknya dihindari. Harus bisa memilah dan mimilih mana yang baik. Yang tidak baik contohnya pola pikir Risti yang terlalu pintar, justru membuatnya menciptakan aturan aturan sendiri yang ia anggap benar. Kata katanya punya potensi membuat orang kebakaran jenggot.
Royyan Julian menulis dengan narasi yang indah nyaris puitis. Tapi tidak membingungkan. Mengingatkan saya dengan novelnya Ayu Utami, Manjali dan Cakrabirawa. Salah satu yang saya suka ialah kalimat pembuka bab Perempuan Yang Menyusui Kelelawar; Seekor cumi cumi hitam raksasa mengapung di langit utara ketika Walid dan Kholidi tiba di halaman rumah Nyai Rasera.
Ini mengingatkan saya pada pembuka buku Haruki Murakami, Afer Dark, yang mengibaratkan kota kota sebagai monster raksasa.
Tanjung Kemarau rasanya akan disukai untuk yang sedang mencari buku dengan cerita lokal dengan kritik sosial disertai cerita cerita magis. Kadang saya merasa buku ini sedikit mirip buku Eka Kurniawan, Ahmad Tohari, Okky Madasari dan Ayu Utami. Banyak amat. Buku ini juga menjadi semacam self reminder buat saya, agar saya bisa jadi manusia yang lebih baik lagi, lebih ikhlas dan taat dalam beribadah, tidak mudah termakan oleh berita berita yang belum tentu benar, dan menjaga tiap tiap makhluk yang bernyawa, menjaga lingkungan, menjaga hati, jangan kau kotori, jagalah hati.. cahaya Ilahi.. Hobaa..
Tanjung Kemarau | Royyan Julian | Grasindo | 254 Halaman | Rate: 3.5
Comment